Bakti
Seorang Anak
AllahuAkbar,AllahuAkbar… Suara adzan menghentkan
kegiatan tadarusku. Langsung saja kuambil air wudlu dan berjalan menuju masjid
dekat rumahku.
Namaku Aji, aku merupakan anak kedua
dari pasangan kedua orang tuaku. Aku adalah salah satu mahasiswa di salah satu
Universitas negeri di kota Yogyakarta. Kedua orang tuaku adalah pengusaha
kelapa sawit yang luas kebunnya tak seberapa banyak, hanya sekitar 600 hektar. Keduanya
bertempat tinggal disalah satu kota berkembang di pulau Sulawesi. Kakak sulungku
adalah seorang sarjana farmasi. Suaminya adalah seorang polisi, yang sekarang
menjabat sebagai kapolres Mamuju.
Walaupun aku masih muda, aku sudah
memiliki rumah sendiri di Yogya. Ini merupakan hasil dari uang jajanku yang ku
tabung saat SMA. Memang jatah perbulanku lumayan banyak jadi sisanya aku
tabung. Dan hasilnya aku bisa membeli rumah sendiri. Tapi kalau dipikir-pikir
rumah yang kutempati tersebut adalah rumah milik orangtuaku juga. Karena semua
uang yang ku tabung, berasal dari jeri payah orangtuaku. Tapi yang paling tepat
rumah tersebut adalah milik Allah swt. Dzat yang maha memiliki segala sesuatu.
Setiap yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah swt. Semua yang
kita miliki didunia hanyalah sebatas titipan dari Allah swt. Yang harus kita
manfaatkan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Begitu banyak fasilitas dari Allah yang
diberikan kepadaku melalui perantara orangtuaku, membuatku semakin semangat
untuk terus belajar, bekerja keras, dan berusaha untuk menggapai cita-citaku
menjadi seorang dokter. Memang cita-cita tersebut bukanlah murni keinginanku
sendiri, tetapi ini adalah keinginan orangtuaku.
Pada saat SMA aku merasakan kegalauan yang sangat
mendalam. Aku merasa bimbang karena keinginan dan harapan orangtuaku saling
bertolak belakang. Orangtuaku mengharapkan agar aku bisa menjadi seorang dokter
yang sukses. Sedangkan aku sendiri ingin menjadi seorang guru/ustadz yang bisa
mendidik anak bangsa menuju kesuksesandunia akhirat. Aku terus memikirkan permasalahan
tersebut, sampai-sampai aku kehilangan konsentrasi belajarku selama beberapa
hari. Aku juga melakukan sholat istikharoh, dengan harapan Allah akan
menunjukan jalan yang terbaik untukku. Akhirnya aku memutuskan untuk menanyakan
persoaalan tersebut kepada salah seorang ustadz yang lumayan dekat denganku.
‘Maaf tadz, saya ingin bertanya.”
“Begini tadz, kemarin ibu saya menasihati saya agar saya senantiasa tekun belajar, dan senantiasa berdoa kepada Allah, agar saya bisa menjadi seorang dokter yang sukses, dan selalu dimudahkan jalan dalam segala urusan. Lalu aku meng’amini nasihat tersebut, tadz. Nah saat itu aku berfikir mungkinkah ini adalah harapan ibu?? Agar aku menjadi seorang dokter?” jelasku pada ustadz.
“Oh jadi begitu, ya baguslah, harapan ibumu agar kamu menjadi seorang dokter sangatlah baik. Turuti saja apa yang beliau katakana!”
“Tapi tadz, cita-citaku berbeda dengan harapan ibu. Aku inin menjadi seorang ustadz/guru. Ya seperti ustadz ini. Jadi bagaimana tadz?”
“Kalau menurut ustadz, lebih baik kamu turuti saja apa kata orangtuamu. Kareena orang yang selalu menuruti perintah orangtuanya, InsyaAlah akan dimudahkan jalannya. Mungkin saja dengan kamu menuruti orangtuamu, kamu akan mendapatkan kesuksesan lebih dari apa yang kamu harapkan. Jadi ya, turuti saja apa kata orangtuamu.”
“Iya tadz, mungkin yang ustadz bilang itu benar. Memang pada satu sisi aku ingin menggapai cita-citaku sebagai seorang guru/ustadz. Namun disisi lain aku ingin membahagiakan dan berbakti kepada orangtua. Mungkin inilah salah satu jalan yang harus ditempuh olehku sebagai bentuk baktiku pada orangtua.”
“Kau memang bear-benar anak yang baik. Orangtuamu pasti sangat bangga kepadamu. Ustadz doakan agar kamu bisa emenuhi harapan kedua orangtuamu, dan juga menggapai cita-citamu.dan semoga jalanmu senantiasa dimudahkan oleh Allah swt. Amiin.”
“Amiin tadz, terimakasihdoanya tadz. Aku akan berusaha dengan keras agar aku bisa membahagiakan orangtuaku, dan bisa menggapai semua cita-citaku.”
‘Maaf tadz, saya ingin bertanya.”
“Begini tadz, kemarin ibu saya menasihati saya agar saya senantiasa tekun belajar, dan senantiasa berdoa kepada Allah, agar saya bisa menjadi seorang dokter yang sukses, dan selalu dimudahkan jalan dalam segala urusan. Lalu aku meng’amini nasihat tersebut, tadz. Nah saat itu aku berfikir mungkinkah ini adalah harapan ibu?? Agar aku menjadi seorang dokter?” jelasku pada ustadz.
“Oh jadi begitu, ya baguslah, harapan ibumu agar kamu menjadi seorang dokter sangatlah baik. Turuti saja apa yang beliau katakana!”
“Tapi tadz, cita-citaku berbeda dengan harapan ibu. Aku inin menjadi seorang ustadz/guru. Ya seperti ustadz ini. Jadi bagaimana tadz?”
“Kalau menurut ustadz, lebih baik kamu turuti saja apa kata orangtuamu. Kareena orang yang selalu menuruti perintah orangtuanya, InsyaAlah akan dimudahkan jalannya. Mungkin saja dengan kamu menuruti orangtuamu, kamu akan mendapatkan kesuksesan lebih dari apa yang kamu harapkan. Jadi ya, turuti saja apa kata orangtuamu.”
“Iya tadz, mungkin yang ustadz bilang itu benar. Memang pada satu sisi aku ingin menggapai cita-citaku sebagai seorang guru/ustadz. Namun disisi lain aku ingin membahagiakan dan berbakti kepada orangtua. Mungkin inilah salah satu jalan yang harus ditempuh olehku sebagai bentuk baktiku pada orangtua.”
“Kau memang bear-benar anak yang baik. Orangtuamu pasti sangat bangga kepadamu. Ustadz doakan agar kamu bisa emenuhi harapan kedua orangtuamu, dan juga menggapai cita-citamu.dan semoga jalanmu senantiasa dimudahkan oleh Allah swt. Amiin.”
“Amiin tadz, terimakasihdoanya tadz. Aku akan berusaha dengan keras agar aku bisa membahagiakan orangtuaku, dan bisa menggapai semua cita-citaku.”
Sejak saat itu aku bertekad untuk giat belajar, dan
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Agar aku bisa memenuhi harapan kedua
orangtuaku. Setiap ada jadwal kuliah aku tak pernah absen dan selalu mengikuti
pembelajaran dengan baik. Saat ada jam kosong kupergunakan untuk membaca buku
di perpustakaan. Ketika hari libur, aku menyempatkan diri untuk mengikuti
pengajian rutin yang diadakan disalah satu masjid dekat rumahku sebagai salah
satu pembaharuan pengetahuanku tentang agama. Setiap libur lebaran aku
menyempatkan diri untuk mudik ke rumah orangtuaku di Mamuju. waktu berjalan
terus sperti itu. Hingga pada akhirnya aku memasuki akhir semester akhir.
Danbeberapa bulan kemudian aku telah menjadi sarjana kedokteran, dengan IPK yang
sangat mengejutkan yaitu 4,oo. Kedua orangtuaku sangat bangga akan hasil yang
kudapatkan ini. Beliau berkata “tidak sia-sia kau jauh dari ibu, untuk menimba
ilmu di sini. Ibu sangat bangga padamu nak.”. perkataan ibu membuatku tak kuasa
untuk menahan airmata ini. Ku peluk ibu dengan erat, dan aku bersimpuh
dipangkuannya. Dan tak lupa aku sujud syukur, sebagai pelampiasan rasa syukurku
kepada Allah swt.
Benar kata pak ustadz bahwa “Barang siapa menuruti perintah orangtua, maka Allah akan memudahkan segala urusannya.” Pesan ini akan aku ingat setiap waktu dan akan ku salurkan kepada anakku kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar